JellyPages.com

Friday, April 10, 2009

Satria Pininggit di Perang Browser..!!!

Perang browser bagaikan perang Baratha Yudha dalam legenda pewayangan Mahabarata. Siapa yang bisa digjaya dalam perang itu akan menjadi penguasa di masa depan. Wajar saja, berbagai ramalan para empu-empu Internet mengatakan bahwa masa depan teknologi informasi ada di Internet dan website merupakan salah satu faktor penting. Apalagi yang menjadi piranti utama membuka website jika bukan piranti lunak peramban web (browser)?

Perang browser

Perang browser bisa dilacak awalnya sejak Netscape Navigator dan Internet Explorer. Dua kubu itu berseteru memperebutkan pasar pengguna Internet yang ketika itu boleh dibilang tidak seberapa.

Perlu diketahui bahwa browser pertama Netscape bernama Mosaic Netscape baru kemudian baru diubah menjadi Netscape Navigator. Mosaic kerap dianggap sebagai aplikasi browser pertama di dunia meskipun sebelumnya sudah ada WorldWideWeb alias Nexus yang merupakan browser pertama di dunia.

Meski arena pertempurannya belum terlalu besar, persaingan kedua kubu Netscape dan Microsoft sudah sangat sengit. Pada bulan Oktober 1997 misalnya, pihak Microsoft meluncurkan Internet Explorer (IE) 4.0 dengan sebuah pesta besar-besaran di San Francisco. Malam hari setelah pesta, sekelompok orang yang diduga dari Microsoft berniat iseng dan meletakkan logo IE besar di halaman kantor Netscape.

Pihak Netscape, yang kerap bermalam di kantor, mengetahui akan aksi iseng tersebut dan memutuskan untuk melakukan "pembalasan". Sebelum ada yang sempat melihat lambang huruf "e" warna biru itu mejeng di depan kantor Netscape, beberapa pegawai Netscape menggulingkannya, menuliskan "Netscape Now" dan meletakkan maskot mereka, seekor kadal bernama Mozilla di atasnya. Akibatnya, muncullah insiden "Mozilla menginjak IE" yang terkenang sepanjang masa.

Perang Netscape dan Microsoft pada akhirnya dimenangkan oleh kubu Microsoft sekitar tahun 1998. Berbagai faktor mendorong kekalahan Netscape, mulai dari dominannya Microsoft di pasar sistem operasi hingga kelemahan Netscape Navigator dari sisi teknis.

Meski sudah kalah, bukan berarti diam saja. Sebelum kematiannya, Netscape masih sempat merapal ajian yang terbukti sakti. Ajian ini bernama Open Source, yaitu membuka kode penyusun Netscape kepada komunitas pengembang yang luas di dunia. Jurus nekat tersebut terbukti ampuh. "Almarhum" Netscape melahirkan yayasan yang menggunakan nama dari maskot tim Netscape, The Mozilla Foundation. Bersama-sama, sekumpulan software developer di Mozilla mengembangkan browser bernama Mozilla. Ironisnya, browser berlambang kadal raksasa itu juga dikritik karena memiliki ukuran yang besar dan memberatkan memori komputer. Ukuran besar itu terjadi karena Mozilla sebenarnya merupakan sebuah paket aplikasi yang terdiri atas browser, e-mail clien­t, dan editor HTML.

Image

Tim Mozilla terus mengembangkan browsernya hingga suatu ketika mereka membangun ulang Mozilla menjadi Firefox atau nama lengkapnya Mozilla Firefox. Rubah api ini diibaratkan burung api phoenix yang bangkit dari abu-abu Mozilla dan Netscape.

Memang awalnya Firefox akan dinamai Phoenix, tetapi tersandung masalah hak cipta dan merek dagang. Nama Firebird pun sempat diajukan sebelum akhirnya dipilih nama Firefox.

Awalnya Firefox diintip dengan kekhawatiran bahwa ia hanyalah si kadal raksasa yang berubah wujud. Namun kemudian, publik jatuh cinta pada browser yang ramping itu. Firefox menjadi pilihan banyak pihak. Dari sisi pangsa pasar, Microsoft boleh dibilang masih unggul. Salah satu faktor utamanya adalah banyaknya pengguna sis­tem operasi Microsoft Windows di dunia. Sedangkan IE sudah pasti tersedia di dalam Windows.

Perang antara kubu Firefox dan IE memang yang paling terllihat di permukaan. Namun sebenarnya, masih banyak pihak lain yang mengincar tahta browser di dunia. Pihak ketiga dalam perang ini adalah Opera, sebuah web browser buatan Opera Software asal Norwegia. Pada saat kemunculannya Opera juga menjadi produk alternatif yang menggiurkan.

Beberapa feature yang diperkenalkan Opera di kemudian hari akan menginspirasikan browser-browser lain. Ini termasuk tab browsing, speed dial, mouse gesture, dan ukuran yang ringan.

Selain Opera, browser yang juga eksis adalah Safari dari Apple Inc. Salah satu sumbangsih Safari pada dunia browser adalah Webkit. Ini adalah proyek Open Source yang digunakan sebagai dasar pengembangan Safari.

Belakangan, muncul satu pihak baru dalam perang browser yang mungkin bisa disebut Satria Piningit. Meskipun masih harus dibuktikan dulu apakah benar ialah the chosen one yang akan memenangkan pertempuran.

Satria Piningit

Browser yang muncul tiba-tiba dan membuat geger itu adalah Google Chrome, piranti lunak peramban web buatan Google, raksasa Internet yang bermarkas di Silicon Valley. Kehadiran Google cocok dengan mitologi satria piningit karena ia seakan-akan sebuah senjata rahasia yang selama ini disembunyikan. Kehadirannya pun membuat pihak yang sedang berperang kalang kabut.

Nama Chrome sendiri diambil dari istilah chrome pada browser, yaitu bingkai pada tampilan browser. Istilah chrome dalam konteks ini digunakan pada Mozilla Firefox. Uniknya, sebelum mengeluarkan Chrome, Google memiliki kerja sama yang sangat erat dengan Firefox.

Google adalah salah satu penyandang dana terbesar bagi Mozilla Firefox. Yayasan Mozilla memiliki perjanjian dengan Google untuk menjadikan Google sebagai mesin cari default dari Firefox dan dengan demikian, Firefox memiliki sumber dana dari search referrals.

Pada tahun 2006, laporan keuangan Mozilla menyebutkan bahwa kurang lebih 85 persen dari pendapatan Mozilla sepanjang 2006 berasal dari search royalti. Jumlahnya mencapai USD 56,8 juta.

Membunuh teman?

Apakah dengan melansir browsernya sendiri Google akan "membunuh" Firefox? John Lilly, CEO Mozilla, mengaku tidak khawatir dengan hal itu. Dalam blognya, ia menyebut bahwa Mozilla dan Google sejak dulu memang memiliki jalan yang berbeda.

Dari sisi teknis, papar John, kedua pihak akan tetap bekerja sama. Ia mencontohkan kerja sama keduanya dalam sistem bernama Breakpad, yang digunakan untuk melaporkan crash pada aplikasi.

Dari sisi produk, kedua pihak menurut John telah bekerja sama untuk menerapkan teknologi anti-phishing (antipenipuan) dan antimalware (antiprogram berbahaya). Teknologi serupa, papar John, diterapkan pula pada Google Chrome. Dari sisi keuangan, lanjut John, kerja sama antara Firefox dan Google akan tetap berlanjut. Bahkan, kontrak yang seharusnya berakhir di 2008 telah diperpanjang hingga 2011.

Image

Sisi lain yang patut diperhatikan adalah Google Chrome memiliki basis kode yang terbuka alias Open Source. Tepatnya, Google memiliki landasan pada kode Webkit (Safari) dan Mozilla (Firefox).

Ini artinya pihak Mozilla pun mempunyai kesempatan menggunakan kode dari Google Chrome untuk memperbaiki Firefox yang juga Open Source. Jika melihat pada hal itu, bisa jadi keberhasilan Chrome sebagai Satria Piningit belum tentu terwujud dari dirinya sendiri.

Bisa saja Firefox akan menerapkan kemampuan Chrome untuk memperbaiki dirinya dan muncul sebagai pemenang dalam perang browser terbaru. Mengapa tidak?

(source : www.chip.co.id)

0 comments:

Post a Comment